Dengan semakin dekat hari-hari pemilihan umum dan pemilihan calon Presiden, maka banyak bermunculan jajak pendapat, survei, atau penelitian untuk mengangkat citra seseorang. Para calon Presiden rela merogoh  kantung  dalam-dalam demi citra  dan popularitasnya. Untuk meningkatkan citra tersebut mereka "menyewa"  lembaga-lembaga survei  yang mereka nilai handal agar  pencitraan diri mereka. Agar   tambah bergengsi dan seakan-akan didukung  kerja para peneliti yang  valid dan handal.  Hal  tersebut  tidak dapat dihindari. Hampir di semua negara  maju, jajak pendapat  dengan bantuan para wartawan, survei dan peneliti sangat banyak dilaksnakan.  Mereka (para pemesan) berharap dapat meningkatkan citra, dan dari citra  yang baik, misalnya pemimpin yang  "pembela rakyat",  mereka  ujung-ujungnya dapat mendapat  suara  lebih banyak. Dan lembaga-lembaga penelitian, survei dan surat-surat kabar serta televisi mendpat untung besar.
     Penelitian  ada bermacam-macam. Untuk menghindari  kesalah fahaman maka perlu dibedakan  antar penelitan ilmiah dan penelitian non ilmiah. Penelitian ilmiah berbeda secara mendasar dengan peneltian non ilmiah. Penelitian ilmiah umumnya terikat kuat dengan beberapa bersyaratan, antara lain harus  menjawab permasalahan yang baru, tidak boleh mengulang penelitian orang lain, harus logis, mempunyai dasar teori yang valid, mempunyai kerangka  konsep yang jelas, dan metodologi yang  sesuai dengan masalah dan tujua yang ingin dicapai.  Sedangkan penelitian  non ilmiah biasanya dikerjakan untuk kepentingan sesaat, misalnya untuk mencari keterangan  apakah seseorang pemimpin, tokoh, disenangi oleh rakyat atau tidak, atau untuk menjajagi apakah sebuah peraturan dapat dilaksanakan secara efektif atau tidak. 
      Dua jenis penelitian  tersebut  seharusnya berpegang pada  satu prinsip serta kode etik, yaitu mencari kebenaran, berdasarkan fakta dari lapangan. Seorang boleh meneliti apa saja asal dia memiliki kompetensi (keahlian) pada masalah  yang diteliti dan juga memiliki  kemampuan metodologi yan handal. Tanpa memiliki kemampuan metodologi yang handal, maka hasil penelitiannya akan cenderung bias, dan kurang bermanfaat.  Artikel ini  akan membahas dasar-dasar penelitian tersebut. 
      Dengan prinsip dan kode etik untuk mencari kebenaran   maka tugas seorang peneliti cukup berat dan sibuk, karena  berhadapan  dengan  masalah serta responden  yang memiliki dinamika tinggi. Misalnya seorang surveiyor  mendapat pesanan untuk menjajagi  popularitas  seorang tokoh, maka   dia tidak  dapat dengan serta merta  menghubungi tokoh-tokoh lain, atau orang-orang yang  kemungkinan dapat memberi jawaban atas masalah yang diinginkan.  Peneliti harus mengadakan studi awal  tentang masalah yang ingin dipecahkan. Mungkin studi tersebut  merupa studi dokumen tentang rekam jejak tokoh tersebut selama  dua tahun terakhir  yang berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya. Dia juga harus mempelajari masalah-masalah yang kontra versial dan  bertententangan dengan tokoh tersebut.  Dari tokoh lain yang sealiran atau dari tokoh yang berbeda pendapat  juga harus dipertimbangkan secara jujur.
     Setelah studi dokumen tersebut  mantap, maka  peneliti mulai menyusun  kerangka dasar serta  kerangka opersioanal.  Pemilihan  sampel penelitian harus  hat-hati, jangan cenderung memilih  responden  yang dekat kota karena alasan  transporasi dan sebagainya, tetapi kerangka sampel  perlu dirumuskan seccra cermat agar tidak bias. Kalau  kerangka sampel  sudah  solid, maka  instrumen yang dipergunakan juga harus dijuik keandalannya sehingga hasil yang dicapai  juga handal. Tanpa instrumen yang hadal serta  mengambil data yang rajin dan tekun maka  ada peluang besar bahwa hasilnya tidak valid.   Bila  semua peersyaratan tersebut telah dipenuhi dan dikerjakan secara baik,  maka hasilnya   akan cenderung  valid.
    Persyarata untuk memilih petugas lapanga juga perlu diperhatikan. Petugas lapangan harus dipilih orang-orang yang  memiliki dedikasi terhadap kebenaran dan  kerja, jujur dan disiplin. Disini terletak kunci awal dari validitas data. Seorang petugas lapangan  yang tidak tekun, tidak teliti dan tidak jujur,  akan cenderung mamasukan pendapat sendiri di dalam instrumen, maka mereka  harus dilatih serta diberi bekal yang cukup.
    Dalam kerja  analisis maka yang bertugas adalah mereka yang  telah memiliki pengalaman dengan jam terbang yang cukup, sehingga  dapat memberi tafsiran yang  cenderung tepat.  Bila hal ini semua dapat dicapai, maka  hasil serta rekomendasi dari penelitian tersersebut  dapat dipercaya.  Tetapi  perlu juga diperhatikan bahwa  semua hasil penelitian tidak ada yang benar mutlak.  Karena apabila respondenya  manusia,  dia dapat berubah  pendirian dari waktu-ke waktu sehingga  harus disediakan peluang tingkat error.  Tingkat error dapat ditolerensi sebesar lima persen.
     Kalau lembaga survei  mengikuti  prissip kejujuran dan kebenaran, dengan kerangka   konsep berdasarkan kode etik yang dikemukakan di atas  maka  hasilnya akan  sangat lebih baik, dan lembaga-lembaga survei menjadi lembaga yang dapat menunjang  keberhasilan demokrasi  di negeri ini, dan dapat ditepis agapan sementara orang bahwa  lembaga-lembaga survei  hanya melayani pesanan, dan dan cenderung mengikuti  kehendak yang membayar.  Kan sayang bagi para surveyor.
Semarang, 3 Pebruari 2009.

