Senin, 13 April 2009

Grand Teori Evaluasi Pendidikan Bertahan

Pada dasarnya teori pengukuran dan evaluasi pendidikan yang dikembangkan oleh para pakar terdahulu, seperti L. Thorndike Ed. (1971) yang berhasil menyusun Educational Measurement" dan didukung oleh 24 pakar, mulai dari William H. Angoff, Alexander W. Astin, Frank Baker, Julian C. Stanley dan kawan-kawan belum mengalami perubahan yang berarti. Meskipun demikian di lapangan para praktisi pendidikan dan guru-guru termasuk dosen yang mengajar di perguruan tinggi kurang menaruh perhatian serius terhadap perkembangan sistem dan alat evaluasi yang mereka pergunakan untuk menakar kemampuan murid-murid dan mahasiswa. Kekurang pedulian tersebut memberi dampak yang cukup berarti bagi kualitas hasil belajar siswanya karena apabila seorang guru agak enggan untuk belajar mengevaluasi hasil belajar para siswanya, maka n dia cenderung untuk mencari jalan gampang, yaitu membiarkan siswanya yang berbuat salah, artinya tetap dinilai sebagai betul, agar mendapat predikat guru yang baik. Mereka tidak dengan serius memeriksa pekerjaan siswanya, karena beberapa alasan. Keduanya berakibat pada hasil pendidikan yang kurang memiliki kualitas penalaran, dan penguasaan ilmu kurang mantap.
Guru yang baik adalah guru yang memiliki kompetensi mengajar dengan baik, menguasai metoda mengajar dengan saksama, dan dapat memberikan arah kerja para siswanya agar dapat berbuat sesuai dengan kriteria dasar yang normative apa yang dilakukan para siswanya. Senadainya siswa berbuat dan mengerjakan tugas dengan baik sesuai dengan kriteri-kriteria yang telah ditetapkan, maka guru harus berani untuk memberi nilai maksimal, sebaliknya apabila siswa menyimpang dari kriteria yang telahditetapkan, maka harus diberi kriteria atau nilai yang sama dengan kemampuannya. Dalam bertugas guru memiliki peran ganda. Pertama harus secara jujur berani mengukur pekerjaan siswa dengan obyektive, dan kedua harus dapat meletakan dasar-dasar keadilan dan kejujuran terhadap dirinya, dan para siswanya. Apabila memang yang diajarkan tidak dapat diterima dengan baik oleh para siswanya atau nilai yang didapat oleh para siswanya memang kurang, maka guru harus mawas diri apakah cara dia mengajar telah benar? Tidak mudah memang bertindak jujur terhadap diri sendiri, tetapi hasil kerja siswa sebenarnya juga merupakan hasil kerja guru, artinya dalam keadaan normal dimana siswa yang mengikuti pelajaran juga memiliki kemampuan yang normal, mereka ingin untuk mencapai prestasi dengan baik dan mau belajar dengan sungguh-sungguh.
Belajar dengan sungguh-sungguh ini merupakan syarat yang sangat penting, karena dewasa ini terutama untuk Sekolah Pasca sarjana yang sebagian besar siswanya adalah para pegawai dan sudah berusia lanjut untuk belajar dengan serius perlu energi tersendiri. Mereka sebagian besar bukan belajar untuk mencari ilmu tetapi belajar untuk mendapatkan ijazah. Niat dan keinginan ini syah saja, tetapi Pasca sarjana tidak bisa memberi kemudahan-kemudahan karena dia hanya ingin mencari ijazah, norma akademis tetaap harus dipegang secara serius. Para pengajar, pembimbing, dan penguji harus belajar untuk menjadi penilai dan sekaligus memberi contoh yang posistive agara para siswa dapat mencontoh para guru dan dosennya hal yang baik dan posistive, jangan yang lain. Evaluai pemdidikan harus dikerjakan secara terencana, jujur, obyektif, dan memberikan harapan-harapan kemasa depan bagi mereka yang mampu dan memberikan peringatan bagi mereka yang kurang mampu untuk belajar lebih serius. Apabila para guru dan dosen dimanapun mereka berada bersedia untuk sedikit lebih sungguh dalam menilai dan memberikan predikat kelulusan kepada para siswanya, maka pendidikan di Indonesia akan semakin berkualitas, tidak perlu kalah dengan negara lain. Para menejer sekolah jangan silau terhadap materi karena tergiur siswa yang masuk banyak dan oleh karenanya mendapatkan uang oprasional yang banyak, tetapi sadarlah bahwa tujuan setiap sekolah adalah untuk mencerdsakan bangsa bukan untuk mencari tambahan penghasilan.
Teori pengukuran dan evaluasi pendidikan belum bergeser, yaitu untuk memberikan penghargaan kepada yang berprestasi dengan nilai tinggi, untuk mengetahui apakah yang diajarkan dapat dikuasai siswa, dan apakah tujuan pendidikan tercapai, bukan yang lain.
Berusahalah hai kawan-kawan guru, masa dengan bangsa ini di pundakmu.

Selasa, 03 Februari 2009

Kote Etik Penelitian

Dengan semakin dekat hari-hari pemilihan umum dan pemilihan calon Presiden, maka banyak bermunculan jajak pendapat, survei, atau penelitian untuk mengangkat citra seseorang. Para calon Presiden rela merogoh kantung dalam-dalam demi citra dan popularitasnya. Untuk meningkatkan citra tersebut mereka "menyewa" lembaga-lembaga survei yang mereka nilai handal agar pencitraan diri mereka. Agar tambah bergengsi dan seakan-akan didukung kerja para peneliti yang valid dan handal. Hal tersebut tidak dapat dihindari. Hampir di semua negara maju, jajak pendapat dengan bantuan para wartawan, survei dan peneliti sangat banyak dilaksnakan. Mereka (para pemesan) berharap dapat meningkatkan citra, dan dari citra yang baik, misalnya pemimpin yang "pembela rakyat", mereka ujung-ujungnya dapat mendapat suara lebih banyak. Dan lembaga-lembaga penelitian, survei dan surat-surat kabar serta televisi mendpat untung besar.
Penelitian ada bermacam-macam. Untuk menghindari kesalah fahaman maka perlu dibedakan antar penelitan ilmiah dan penelitian non ilmiah. Penelitian ilmiah berbeda secara mendasar dengan peneltian non ilmiah. Penelitian ilmiah umumnya terikat kuat dengan beberapa bersyaratan, antara lain harus menjawab permasalahan yang baru, tidak boleh mengulang penelitian orang lain, harus logis, mempunyai dasar teori yang valid, mempunyai kerangka konsep yang jelas, dan metodologi yang sesuai dengan masalah dan tujua yang ingin dicapai. Sedangkan penelitian non ilmiah biasanya dikerjakan untuk kepentingan sesaat, misalnya untuk mencari keterangan apakah seseorang pemimpin, tokoh, disenangi oleh rakyat atau tidak, atau untuk menjajagi apakah sebuah peraturan dapat dilaksanakan secara efektif atau tidak.
Dua jenis penelitian tersebut seharusnya berpegang pada satu prinsip serta kode etik, yaitu mencari kebenaran, berdasarkan fakta dari lapangan. Seorang boleh meneliti apa saja asal dia memiliki kompetensi (keahlian) pada masalah yang diteliti dan juga memiliki kemampuan metodologi yan handal. Tanpa memiliki kemampuan metodologi yang handal, maka hasil penelitiannya akan cenderung bias, dan kurang bermanfaat. Artikel ini akan membahas dasar-dasar penelitian tersebut.
Dengan prinsip dan kode etik untuk mencari kebenaran maka tugas seorang peneliti cukup berat dan sibuk, karena berhadapan dengan masalah serta responden yang memiliki dinamika tinggi. Misalnya seorang surveiyor mendapat pesanan untuk menjajagi popularitas seorang tokoh, maka dia tidak dapat dengan serta merta menghubungi tokoh-tokoh lain, atau orang-orang yang kemungkinan dapat memberi jawaban atas masalah yang diinginkan. Peneliti harus mengadakan studi awal tentang masalah yang ingin dipecahkan. Mungkin studi tersebut merupa studi dokumen tentang rekam jejak tokoh tersebut selama dua tahun terakhir yang berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya. Dia juga harus mempelajari masalah-masalah yang kontra versial dan bertententangan dengan tokoh tersebut. Dari tokoh lain yang sealiran atau dari tokoh yang berbeda pendapat juga harus dipertimbangkan secara jujur.
Setelah studi dokumen tersebut mantap, maka peneliti mulai menyusun kerangka dasar serta kerangka opersioanal. Pemilihan sampel penelitian harus hat-hati, jangan cenderung memilih responden yang dekat kota karena alasan transporasi dan sebagainya, tetapi kerangka sampel perlu dirumuskan seccra cermat agar tidak bias. Kalau kerangka sampel sudah solid, maka instrumen yang dipergunakan juga harus dijuik keandalannya sehingga hasil yang dicapai juga handal. Tanpa instrumen yang hadal serta mengambil data yang rajin dan tekun maka ada peluang besar bahwa hasilnya tidak valid. Bila semua peersyaratan tersebut telah dipenuhi dan dikerjakan secara baik, maka hasilnya akan cenderung valid.
Persyarata untuk memilih petugas lapanga juga perlu diperhatikan. Petugas lapangan harus dipilih orang-orang yang memiliki dedikasi terhadap kebenaran dan kerja, jujur dan disiplin. Disini terletak kunci awal dari validitas data. Seorang petugas lapangan yang tidak tekun, tidak teliti dan tidak jujur, akan cenderung mamasukan pendapat sendiri di dalam instrumen, maka mereka harus dilatih serta diberi bekal yang cukup.
Dalam kerja analisis maka yang bertugas adalah mereka yang telah memiliki pengalaman dengan jam terbang yang cukup, sehingga dapat memberi tafsiran yang cenderung tepat. Bila hal ini semua dapat dicapai, maka hasil serta rekomendasi dari penelitian tersersebut dapat dipercaya. Tetapi perlu juga diperhatikan bahwa semua hasil penelitian tidak ada yang benar mutlak. Karena apabila respondenya manusia, dia dapat berubah pendirian dari waktu-ke waktu sehingga harus disediakan peluang tingkat error. Tingkat error dapat ditolerensi sebesar lima persen.
Kalau lembaga survei mengikuti prissip kejujuran dan kebenaran, dengan kerangka konsep berdasarkan kode etik yang dikemukakan di atas maka hasilnya akan sangat lebih baik, dan lembaga-lembaga survei menjadi lembaga yang dapat menunjang keberhasilan demokrasi di negeri ini, dan dapat ditepis agapan sementara orang bahwa lembaga-lembaga survei hanya melayani pesanan, dan dan cenderung mengikuti kehendak yang membayar. Kan sayang bagi para surveyor.

Semarang, 3 Pebruari 2009.

Sabtu, 24 Januari 2009